TEATER IQRO
"LUKITO"
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Kali Pertama
Tepat pada hari Sabtu malam Minggu pada tanggal 14 Desember 2019, saya bersama teman saya, Rio untuk bepergian menyaksikan sebuah pertunjukan seni teater yang dilaksanakan di kampus IAIN Samarinda, ketimbang di malam minggu pergi keluyuran ke kota tanpa tujuan (ini mah biasa kerjaan para jones-jones akut yang udah kronis banget menghilangkan gabut di malam minggu), yah, hitung-hitung malam minggu kami sedikit lebih 'bermanfaat'-lah. kan beda banget ya malam minggu kami, kami sempatkan diri untuk menonton pertunjukan teater. sekitar pukul 19.40 lebih, kami tiba di tempat pementasan , yah lebih tepatnya tepat berada di depan Gedung auditorium 22 Dzulhijjah yang merupakan area kampus kami sendiri, IAIN Samarinda. Bagi saya pribadi, menyaksikan pertunjukan teater ini merupakan kali kedua bagi saya. Ada sedikit perbedaan sensasi yang saya rasakan, di pertunjukkan kedua ini. Betapa tidak, ketika kami dan para pengunjung datang, sepertinya kami sudah disambut oleh para pemain-pemain/ petugas yang berperan sebagai pembantu, yakni seperti membuat barisan dengan lilin yang berada di tiap-tiap orang yang berbaris. Dipadukan dengan gelapnya malam dan minimnya pencahayaan lampu yanga da saat itu, kesan yang saya dapatkan seakan-akan lagi seperti tengah berada di acara ritual horror, serem gan!! But I think it isn't bad , soalnya saya pribadi dapet kesannya, hehehe...
Setelah dipersilahkan ntuk memasuki ruangan pertunjukan, seperti biasa, lagi-lagi disambut para pemeran pembantu pertunjukkan (kali ini disambut dengan mannequen atau apalah itu), dan tentunya disertai penataan lampu dibuat gelap, mungkin tujuannya supaya apa yang ditampilkan saat pementasan bisa berkesan bagi para pengunjung.
Reflection of Current State in Our Lives
Seyogyanya, setiap pertunjukkan biasa diawali dengan pembacaan narasi yang mengungkapkan secara garis besar intisari dari cerita yang diangkat. Dimulai dari sebuah narasi yang menggambarkan paradigma dan problematika yang masih banyak terjadi di negeri kita tercinta ini. ketimpang-tindihan antara penguasa dan rakyat, sehingga masih banyak terjadi kesenjangan sosial yang semakin hari kian memprihatinkan.
"Rakyat sekarang sudah susah, jangan ditambah susah, bisa mati nanti kita.
Tuhan tidak menciptakan orang miskin seperti kita, tapi kita juga tidak diam saja.
Kita selalu berdoa tapi tidak dikabulkan. berarti memang benar ini salah mereka."
"LUKITO", seorang pemuda miskin yang memiliki semangat dan kepedulian terhadap paradigma yang sedang terjadi di negerinya. Seseorang yang memiliki semangat tinggi untuk selalu berpendidikan meskipun hidup dalam keadaan yang kurang menguntungkan, miskin. Meski demikian, tak menyurutkan jiwanya untuk tidak menempa diri menjadi seorang yang terdidik meski dengan fasilitas dan kemampuan yang seadanya. Meski hanya seorang pemuda miskin, Luki selalu berdiskusi tentang kesimpang-siuran dan huru-hara yang terjadi di negeri ini bersama dengan seorang temannya, Dhita dan bersama Ma'e. Tak selalu mengenai masalah kesenjangan, terkadang juga mengenai Filosofi pemaknaan kehidupan, cinta, dan tak luput juga menyinggung Ketuhanan.
**
Selain bercengkrama bersama Dhita, juga Ma'e, Lukito pun bertemu si Tua Bangka yang merupakan seorang pedagang keliling , Toyib & Firoh yang merupakan dua anak muda yang doyan nge-vlog , serta seorang seniman muda nan cantik yang begitu senangnya mengungkapkan ungkapan tentang bagaimana cinta dalam relasi jalan keseharian yang dilewati. Satu hal yang bisa saya tangkap ketika dipertemukannya Lukito dengan tokoh-tokoh ini, adalah refleksi keadaan nyata kehidupan kita. Dalam hidup kita-pun kita menemukan orang-orang yang demikian, mereka yang selalu berbicara tentang cinta, dan lain halnya, segalanya tak pernah lepas dari rimbanya kehidupan yang kita jalani, dan selalu kita akan bertemu dengan hal yang seperti itu. It's Okay, karena jika tak seperti itu, hidup kita takkan terasa bermakna bukan? karena keragaman dan perbedaan-lah yang membuat kehidupan kita jadi lebih berwarna dan bermakna. Bagi saya, konflik pada kisah Lukito lebih difokuskan kepada keadaan orang-orang miskin yang terkendala dengan keadaan dan sulit untuk mendapatkan pendidikan layak, yang dimana tampak kegigihan Lukito untuk selalu berlatih, berlatih dan berlatih supaya tidak terbelenggu pada kebodohan dan kesengsaraan. Feel itu juga sangat terasa, ketika setiap tokoh menampilkan watak dan pemikirannya mengenai masing-masing hal, yang nampaknya seperti memberikan makna tersirat bahwa seperti inilah realitas yang terjadi pda kehidupan kita saat ini.
Ketertarikan
Sebelum ini, saya begitu jarang menghadiri acara pertunjukkan seperti teater ini, menikmati pertunjukkan seperti ini dulu hanya saya bisa dapatkan dibangku sekolah SMA, itupun saya tak begitu mengerti maksud yang disampaikan dari penampilan tersebut. Namun berbeda degan sekarang, saya mulai tertarik dengan pertunjukkan-pertunjukkan seperti ini. Bagaimana tidak? penampilan yang dilaksanakan benar-benar merupakan totalitas, yang tidak hanya satu atau dua orang saja, namun juga semua yang terkait dengan pelaksanaan pertunjukkannya, mulai dari penataan panggung, dekorasi, bahkan penjiwaan peran dan lakon yang dilaksanakan juga begitu menarik. Apalagi, kalau memang lagi beruntung nih, pemeran lakon dilaksakan oleh pemeran yang notabene bisa improvisasi dalam pertunjukkan sehingga memunculkan gelak tawa dari para penonton. Apalagi kalau dinikmati di malam minggu, hmm.. pastinya bakal asik banget tuh ,seakan-akan dijamin bakal lupa deh kalo sebenernya lagi ngenes. hehe.
Secara khusus dalam pementasan Lukito ini sendiri, yang saya suka biasanya disetiap percakapan, pasti selalu diselipkan gurauan/ candaan ala-ala remaja gitu, candaan yang mudah difahami oleh kalangan remaja, dengan menggunakan bahasa-bahasa yang remaja tidak asingi tentunya. Dan disini jujur, humor yang saya senangi disini ketika Lukito sedang berbincang dengan Tua Bangka sembari memesan telor, ketika Tua Bangka berkata bantu untuk "mengocok telor" , dan.. dibuatlah gerak peraga seakan-akan sedang .. ah you know lah . pokoknya begitulah, jangan dianggep serius ya. Overall saya pribadi seneng dengan tokoh si Tua Bangka ini, yang mampu memberikan ekspresi gerak yang mampu mengundang tawa seluruh penonton kala itu.
*Adegan berbahaya, jangan ditiru. Haha, bercanda.
Dan untuk penokohan sendiri, selain saya senang terhadap Tua Bangka, lakon yang saya suka dalam pertunjukkan ini adalah lakon dari seniman muda yang cantik yang dimana dalam perannya selalu bernostalgia dengan segala yang ia pernah lewati di masalalu bersama seseorang di suatu tempat tertentu.
Ini mengingatkan saya bahwa dalam kehidupan, setiap kita pasti memiliki suatu kenangan yang takkan bisa dilupakan. Yah, mungkin yang saya tangkap disini adalah, akan selalu ada pelajaran dibalik peristiwa, dan selalu ada pendidikan dibalik cinta dan kasih sayang.
Setelah menyaksikan pertunjukkan selama satu jam lebih, saya bisa sedikit menyimpulkan pesan yang disampaikan dalam pertunjukkan ini.
bahwa "pendidikan tidak mesti didapat melalui lembaga formal saja. Pendidikan bisa didapat melalui apa saja, dan semua orang berhak untuk mendapat pendidikan dan menjadikan dirinya terdidik tak peduli siapa dan bagaimana status sosial dan keadaannya. Pendidikan bukan hanya soal isu yang terjadi dalam realita kehidupan dan paradigma yang terjadi secara nyata, tapi semua hal yang kita dapatkan merupakan suatu pendidikan, tinggal bagaimana usaha kita untuk menjadikannya sebuah pembelajaran. Karena sejatinya, pendidikan terbaik adalah ketika kita mampu memaknai dan mengambil segala pelajaran yang terjadi dalam kehidupan kita sehingga itu membekas dalam diri dan menjadi bagian dari perwujudan kontribusi dari tindakan yang nyata sehingga hal tersebut bisa bermanfaat tak hanya bagi kita,tapi juga bagi orang lain. Kemiskinan bukanlah penghalang untuk mendapatkan pendidikan, jadi bagaimanapun, selalu berusaha sembari memanjatkan doa kepada sang Pencipta sehingga doa kan terlaksana. Permasalahan adalah sesuatu yang tak mungkin terhindarkan, satu-satunya cara menghadapinya adalah terus berusaha, tanpa harus saling menyalahkan. Masing-masing kita, telah diberi tempat untuk berjuang sesuai dengan kemampuan untuk berkarya sehingga hidup yang ada kan terasa lebih bermakna."
**